Kampung Tobati, Desa Wisata di Jayapura dengan Keunikan Hutan Perempuan.
Kampung Tobati di Distrik Jayapura Selatan merupakan salah satu desa wisata di Papua yang memiliki keunikan tersendiri. Nama Tobati diambil dari kata tab yang berarti matahari dan badic (naik atau terbit). Suku Tobati yang mendiami kampung tersebut memiliki kepercayaan pada leluhur mereka bahwa orang-orang tua masa lalu menyatu dengan alam dan matahari dianggap sebagai Tete Manis atau Yang Maha Kuasa.
Kampung ini seringkali disebut-sebut mirip dengan Bora-Bora di Polinesia yang amat tersohor. Siapa sangka bila di Indonesia Timur juga ada tempat yang tak kalah indahnya? Kampung Tobati berada di Teluk Youtefa dan di kampung ini wisawatan dapat melakukan berbagai aktivitas, dari ekowisata bakau, mengunjungi situs prasejarah, mengunjungi beberapa objek wisata, menyaksikan aktivitas masyarakat, dan tak lupa mencicipi kuliner yang khas.
Orang Tobati, yang terdiri dari 12 suku, masih mempertahankan kampung nenek moyang mereka di kawasan Yotefa, Kota Jayapura, Papua. Meski demikian, saat ini hanya ada 48 keluarga yang mendiami rumah-rumah moyang mereka itu, sedangkan sebagian besar lainnya tinggal di wilayah daratan, antara lain di Hamadi, Entrop, dan Kotaraja (Jayapura).
Permukiman Tradisional: Tobati, Kampung Tua di Jayapura
Perairan Teluk Youtefa Kota Jayapura, Dok Foto : Andris E. Samakori (22 Februari 2022)
“Tobati itu berkaitan dengan kata ‘tab’. Artinya, orang yang memercayai bahwa di dunia ini ada yang berkuasa. Nenek moyang kami, karena melihat matahari, kemudian berkeyakinan bahwa di atas ini ada yang kuasa. Orang Tobati yang sekarang tinggal di Kampung Tobati, lanjutnya, adalah keturunan ke-15. Menurut sejarahnya, nenek moyang mereka menempati lokasi perairan itu sejak tahun 1908. “Karena itu, tahun depan kami akan membuat peringatan 100 tahun Kampung Tobati di sini.
Kota Jayapura baru lahir tahun 1910, sedangkan orang Tobati sudah menguasai sebagian wilayah Jayapura sebelum kota itu lahir. “Awalnya orang Tobati tinggal di Pulau Rianuk, yang sekarang ini dimanfaatkan sebagai tempat pemakaman warga Tobati. Kemudian pindah ke tepi pantai yang saat ini menjadi Kampung Tobati. tambah Ireuw yang kini bekerja di Dinas Pariwisata Pemerintah Kota Jayapura. Kampung Tobati memang tidak banyak lagi penduduk Tobati. “Yang tinggal di sini hanya 48 kepala keluarga. Kebanyakan tinggal di daratan, antara lain di kawasan Hamadi, Entrop, Sky Line, dan Kota Raja, di Kota Jayapura.
Orang Tobati, terdiri dari 12 suku, yakni suku Hamadi, Itar, Ireuw, Hai, Atar, Dawir, Mano, Hababuk, Ijama, Srem-Srem, Merauje, dan Haser. “Bagaimana dengan warga di Injros.
“Konon, menurut ceritanya, di masa lalu anak dari pemimpin Tobati bertengkar. Akhirnya mereka pisah tempat tinggal sehingga kini selain ada yang tinggal di Kampung Tobati, ada juga yang tinggal di Kampung Injros. perkampungan di atas air yang ada tidak jauh dari Kampung Tobati. Injros memiliki arti tersendiri“‘In’ itu artinya tempat, sedangkan ‘jros’ artinya kedua. Injros artinya tempat kedua. Makanya, daerah itu disebut Injros. Jadi, di sinilah tempat pertama nenek moyang kami. Ireuw adalah kepala adat Tobati, sedangkan Hai adalah tokoh adat Tobati.
Perahu dayung
Di kampung Tobati, rumah penduduk pada umumnya tampak tua dan lusuh. Kayu yang menjadi dinding dan lantai di rumah Agus Hababuk sendiri beberapa di antaranya terlihat sudah mulai berlubang-lubang. Atapnya yang terbuat dari seng pun sudah berkarat di beberapa bagian. Meski demikian, masyarakat bisa dikatakan sudah memiliki kesadaran pendidikan yang baik. Anak-anak Ireuw, misalnya, empat di antaranya sudah meraih gelar sarjana. “Yang satu masih SMP dan satu lainnya masih kuliah. seraya menjelaskan bahwa 72 warga Tobati sekarang ini sudah menyandang gelar sarjana. Penduduk di kampung itu juga umumnya memiliki perahu tradisional yang terbuat dari batang pohon yang bagian tengahnya dikerok. Selain untuk mencari ikan, mereka juga menggunakan perahu itu untuk bermain atau bekerja ke wilayah daratan.
Perahu ini biasanyanya digunakan untuk mencari ikan. Ikannya sebagian saya jual dan sebagian lagi untuk makan. salah satu pemuda yang mengantarkan Kompas menyeberang pulang. Epi mengaku, dari hasil mencari ikan bisa didapat sekitar Rp 30.000-Rp 50.000 sehari. Dari Kampung Tobati menuju wilayah daratan di kawasan Pantai Hamadi, mereka mendayung perahunya lebih kurang 10 menit. Namun, perjalanan itu cukup menyenangkan karena relatif tidak ada gelombang laut. Selain itu, permukaan laut sangat jernih sehingga kami bisa menikmati berbagai keindahan yang ada di bawah air. di Kampung Tobati juga ada perahu bermotor. “Itu hasil dana (program) IDT. Kapal bermotor itu digunakan terutama untuk mengangkut anak sekolah, yang pada umumnya SD. “Mereka sekolah di sekitar sini. Untuk penggunaan perahu, mereka membayar Rp 10.000 per bulan per keluarga. Masyarakat Tobati juga sedang merancang membuat keramba ikan, baik ikan hias maupun ikan yang bisa dimakan. “Berkaitan dengan dana otonomi khusus sekarang ini, Kampung Tobati mendapat bantuan Rp 100 juta dari Kota Jayapura dan Rp 100 juta dari pemerintah provinsi. Dana yang Rp 100 juta akan kami gunakan untuk keramba ikan, sedangkan yang lainnya akan digunakan untuk kebutuhan warga di sini. Semua programnya sudah ada. program tersebut dibuat berdasarkan kebutuhan dan keinginan warga.
peran tokoh agama dan tokoh adat. Meski demikian, ia tak memungkiri bahwa sebagian adat yang selama ini dipegang teguh nenek moyang mereka sudah luntur. Misalnya soal ketertiban. Dulu, ia melanjutkan, di zaman nenek moyang, orang tidak boleh ribut semaunya sampai mengganggu tetangga. Sekarang kami akan menghidupkan aturan itu kembali. Jadi, kalau ada orang mabuk dan ribut-ribut akan didenda. Mabuk-mabukan memang sudah demikian marak di kalangan anak muda di Papua, termasuk di Tobati. Maka tak perlu heran kalau setiap ada orang yang berkunjung ke Kampung Tobati pun dimintai uang oleh anak-anak muda yang biasa berkumpul di kawasan pantai Hamadi.
Sumber : Bpk Ireuw, Mantan Kadis Pariwisata Kota Jayapura.
Objek Wisata di Kampung Tobati
Di Kampung Tobati ada sebuah area yang disebut Lapangan Timbul Tenggelam. Keunikannya adalah area tersebut akan tertutupi oleh air saat pasang dan kembali muncul ketika air surut. Pada saat muncul, tentunya pengunjung bisa berjalan-jalan dan berkegiatan di area berpasir putih tersebut. Tak jauh dari sana, ada Pulau Metu Debi yang jadi destinasi wisata rohani, sejarah, dan alam. Kampung Tobati sendiri merupakan pusat penyebaran agama Kristen Protestan di Jayapura.
Selanjutnya, Anda bisa melihat-lihat bangunan rumah adat yaitu Kariwari yang berbentuk limas dengan tinggi 20-30 meter. Rumah adat ini dulunya berfungsi sebagai kantor kepala adat. Sedangkan untuk tempat tinggal, ada rumah adat Sway. Meski keduanya memiliki bentuk serupa, pada bagian dalam rumah Sway terdiri dari ruangan untuk kamar tidur, ruang tamu, dapur, dan halaman belakang.
Kondisi terkini hutan perempuan Teluk Youtefa kota Jayapura (22 Februari 2022)
Situs Megalitik Gunung Srobu
Situs prasejarah Gunung Srobu yang memiliki kondisi alam berupa bukit berkontur mulai dari landai hingga terjal dan terbentuk dari batu gamping koral. Di situs ini banyak ditumbuhi tanaman beringin, kayu besi, matoa, sarang semut, anggrek, kayu besi, dan kelapa.
Ada beberapa peninggalan megalitik yang ditemukan di situs ini, yaitu menhir, dolmen, punden berundak, batu temugelang, dan struktur batu bekas pemukiman. Banyak pula ditemuakan fragmen gerabah dan cangkang kerang di beberapa titik.
Balai Arkeologi Papua juga menemukan beberapa arca peninggalan manusia prasejarah. Arca berukir motif manusia ditemukan di areal pemakaman. Penemuan arca tersebut menunjukkan peradaban yang sangat tinggi pada masanya. Dari detail setiap motif ukiran, diperkirakan masyarakat Srobu telah hidup pada 1.720 tahun yang lalu atau sejak abad ke-3 atau ke-4.
Situs prasejarah Gunung Srobu yang memiliki kondisi alam berupa bukit berkontur mulai dari landai hingga terjal dan terbentuk dari batu gamping koral. Di situs ini banyak ditumbuhi tanaman beringin, kayu besi, matoa, sarang semut, anggrek, kayu besi, dan kelapa. Ada beberapa peninggalan megalitik yang ditemukan di situs ini, yaitu menhir, dolmen, punden berundak, batu temugelang, dan struktur batu bekas pemukiman. Banyak pula ditemuakan fragmen gerabah dan cangkang kerang di beberapa titik.
Balai Arkeologi Papua juga menemukan beberapa arca peninggalan manusia prasejarah. Arca berukir motif manusia ditemukan di areal pemakaman. Penemuan arca tersebut menunjukkan peradaban yang sangat tinggi pada masanya. Dari detail setiap motif ukiran, diperkirakan masyarakat Srobu telah hidup pada 1.720 tahun yang lalu atau sejak abad ke-3 atau ke-4.
Objek wisata di Kampung Tobati
Di Kampung Tobati ada sebuah area yang disebut Lapangan Timbul Tenggelam. Keunikannya adalah area tersebut akan tertutupi oleh air saat pasang dan kembali muncul ketika air surut. Pada saat muncul, tentunya pengunjung bisa berjalan-jalan dan berkegiatan di area berpasir putih tersebut. Tak jauh dari sana, ada Pulau Metu Debi yang jadi destinasi wisata rohani, sejarah, dan alam. Kampung Tobati sendiri merupakan pusat penyebaran agama Kristen Protestan di Jayapura.
Survey dan Penjajagan alur lokasi Teluk Youtefa Kampung Tobati, (22-02-2022).
Selanjutnya, Anda bisa melihat-lihat bangunan rumah adat yaitu Kariwari yang berbentuk limas dengan tinggi 20-30 meter. Rumah adat ini dulunya berfungsi sebagai kantor kepala adat. Sedangkan untuk tempat tinggal, ada rumah adat Sway. Meski keduanya memiliki bentuk serupa, pada bagian dalam rumah Sway terdiri dari ruangan untuk kamar tidur, ruang tamu, dapur, dan halaman belakang.
Rumah Kariwari Suku Tobati
Kariwari adalah rumah adat yang dihuni oleh suku Tobati-Enggros yang tinggal di tepi Danau Sentani, Jayapura. Rumah ini menjadi rumah khusus laki-laki yang berumur sekitar 12 tahun. Ia mencari pengalaman hidup dan mencari nafkah setelah mereka menikah. Mereka diajarkan menjadi laki-laki yang tangguh, kuat dan bertanggung jawab serta berani.
Karakteristik dan fungsi:
Rumah ini memiliki bentuk segi delapan yang menyerupai limas. Bentuk tersebut dirancang dengan tujuan untuk menahan hembusan angin yang kuat. Sedangkan, atapnya berbentuk kerucut.menurut kepercayaan masyarakat disana adalah untuk mendeekatkan diri kepada leluhur.
Taman Wisata Alam Teluk Youtefa Jayapura Papua
Taman Wisata Alam Teluk Youtefa terhampar di wilayah garis pantai kota Jayapura yang terletak di teluk kecil yang berada di dalam teluk Yos Sudarso.
Taman Wisata ini diapit oleh dua buah tanjung yang menjorok dari samping kiri yaitu tanjung Pie dan Tanjung Saweri di samping kanan, dan hanya dipisahkan oleh selat kecil yang lebarnya ± 300 meter yang disebut dengan Selat Tobati dan sekaligus merupakan pintu masuk dan keluar Teluk Youtefa dari arah laut (Teluk Yos Sudarso).
Di dalam Taman Wisata Alam ini Terdapat hutan mangrove dan beberapa hutan sagu. Terdapat pula dua aliran sungai yang bermuara pada Taman Wisata Alam Teluk Youtefa yaitu sungai Acai dan sungai Entrop dengan lebar ± 20 meter.
Pengamatan dan survey lokasi hutan perempuan Teluk Youtefa (Youtefa, 22 Feb 2022).
Bagi Anda yang berkunjung ke Teluk Youtefa, Anda juga akan disuguhkan pemandangan alam yang indah yang terdiri dari hamparan hijau hutan mangrove dan hutan sagu serta hamparan biru air laut Teluk Youtefa dengan dua pulau cantik yang terletak di tengahnya, yakni Pulau Tobati dan Engros. Selain itu juga terdapat Lapangan Timbul Tenggelam. Disebut lapangan timbul tenggelam karena lapangan ini hanya akan nampak jika air sedang surut dan hilang jika air sedang pasang.
Taman Wisata Alam Teluk Youtefa termasuk teluk kecil berada di dalam teluk Yos Sudarso yang ditunjuk melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor : 372/Kpts/ Um/6/1978 tanggal 9 Juni 1978. Kemudian pada tahun 1996, status hukum Kawasan Teluk Youtefa diperkuat dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 714/Kpts-II/1996 tanggal 11 Nopember 1996, tentang Penetapan Kawasan Teluk Youtefa sebagai kawasan konservasi Dengan Peruntukan Sebagai Taman Wisata Alam seluas 1.675 hektar.Secara Geografis kawasan Taman Wisata Teluk Youtefa terletak antara 02°31´ 00¨ – 02°42´ 00¨ lintang selatan, serta 142°37´ 00¨ – 142°48´ 00¨. Disebelah utara dibatasi oleh tanjung Pie – pesisir pantai Teluk Yos Soedarso, disebelah timur dibatasi oleh pantai timur Teluk Youtefa, perbukitan Gunung Mer dan gunung Tiahnuh dan sebagian ruas jalan Entrop –
Kondisi tumbuhan mangrove hutan perempuan Tobati terkini.
Abepura. Disebelah selatan berbatasan dengan sebagian ruas jalan raya Abepura – Nafri, dan disebelah barat berbatasan dengan perbukitan gunung Sesekokyamokah.
Salah satu rumah warga kelompok nelayan Kawasan mangrove youtefa di kelurahan entrop.
Taman Wisata Teluk Youtefa diapit oleh dua buah tanjung yang menjorok dari samping kiri yaitu tanjung Pie dan Tanjung Saweri di samping kanan, hanya dipisahkan oleh selat kecil yang lebarnya ± 300 meter yang disebut dengan Selat Tobati dan sekaligus merupakan pintu masuk dan keluar Teluk Youtefa dari arah laut (Teluk Yos Sudarso).
Lokasi Jembatan di Ring Road dilihat dari sekitar Hutan Manggrove Tobati.
Taman Wisata Teluk Youtefa termasuk daerah dataran rendah yang datar sampai bergelombang dengan kisaran ketinggian 0 – 73 meter diatas permukaan laut. Terdapat hutan mangrove dan beberapa bagian lain lain terdapat daerah bergunung-gunung, terdapatpula hutan sagu disela-sela gunung. Dua aliran kali yang bermuara pada Taman Wisata Alam Teluk Youtefa yaitu Kali Acai dan Kali Entrop dengan lebar ± 20 meter.
Aksesibilitas
Untuk sampai ke Taman Wisata Teluk Youtefa dengan menggunakan akses darat dapat dilakukan dengan beberapa alternatif yaitu :
• Dari Pusat Kota Jayapura ke arah Selatan berjarak ±4km dengan menggunakan ruas jalan Jayapura-Entrop ditempuh dalam waktu 15 menit.
• Dari Pusat kota Jayapura, dengan menggunakan ruas jalan Jayapura-Abepura ± 13 km ke arah Selatan ditempuh dengan waktu 25 menit.
• Dan dari Kota Abepura ± 2 Km ke arah Timur yaitu ruas jalan Abepura – Tanah Hitam ditempuh dengan waktu 10 Menit.
Potensi Flora dan Fauna
Pada hamparan datar dengan ketinggian tidak melebihi 75 dpl, yang memiliki jenis tanah organosol-aluvial, tepatnya disepanjang pantai tanjung Pie dan tanjung Kaswari yang menghadap ke teluk Youtefa didominasi oleh vegetasi bakau-bakauan. Khusus ditepi barat pantai teluk tersebut, setelah bakau-bakauan, juga dijumpai adanya pohon konifer dari jenis kaswari marin. Sedangkan diseberang tanjung Pie dan Kaswari bagian utara yang menghadap ke teluk Yos Soedarso didominasi oleh pohon kelapa (Cocos nutcifera L) dan juga terdapat ketapang (Terminalia cattapa), Pandanus sp, Callophyllum inophyllum, Baringtonia asiatica. Pada areal perbukitan yang memiliki jenis tanah latosol, banyak ditemukan vegetasi pioneer seperti tumbuhan dari jenis Intsia bijuga, Pometia sp,Ficus benjamina, jenis pandanus, pinang, tumbuhan perdu serta beberapa jenis paku-pakuan dan jenis angrek-angrek seperti Dendrobium sp, Gramatophyllum papuana, Bulbophyllum sp.
Budidaya Tambak Kepiting kelompok nelayan di Entrop Jayapura.
Pada kawasan Taman Wisata Alam Teluk Youtefa terdapat beberapa jenis fauna yang meliputi aves, reptilia, insekta dan mamalia yang merupakan satwa eksotik.Beberapa jenis satwa dari kelompok aves antara lain Alap-alap (Haliastur Indus), Nuri merah kepala hitam (Lorius lori), Burung Raja udang dan beberapa jenis burung laut lainnya. Jenis-jenis reptil yaitu Liasis sp, Candoia sp, Varanus sp. Jenis-jenis serangga yaitu laba-laba, kumbang dan kupu-kupu. Sedangkan jenis satwa eksotik yaitu kera ekor panjang (Macaca fasicularis).
Sosial Budaya
Terdapat 3 (tiga) kampung pada kawasan Taman Wisata Alam Teluk Youtefa yaitu : Kampung Tobati merupakan kampung yang pertama ada sejak zaman dulu, kemudian kampung ini pecah menjadi dua. Kampung kedua ini disebut Enggros yang berasal dari kata Injros yang berarti kampung kedua. Sedangkan Kampung Nafri merupakan perkampungan baru, yaitu penduduknya berasal dari pergunungan yang berpencar-pencar. Namun dulunya mereka mempunyai satu pemerintahan yaitu Metu Debi yang merupakan pusat pemerintahan tiga kampung tersebut.
Peta Pengelompokan Suku-suku di Papua.
Kelompok kekerabatan paling kecil di kampung Tobati dan Enggros disebut keluarga Batihatau Rumbeici (bahasa lokal) . Disini pertama kali seseorang belajar proses internaliasi dan sosialisasi. Selain Rumbeici ada kelompok kekerabatan yang lebih besar dimana garis keturunan diurut mellalui garis laki-laki (Patrilineal). Kelompok kekerabatan ini disebut Metuawici atau klan. Dalam satu klan tidak diijinkan saling kawin mengawini sebab menurut adat dianggap tabu. Didaerah Teluk Yos Sudarso ada kurang lebih 26 Metuawici (koentjaraningrat dan bachtiar, 1963).
Klan (suku) yang terdapat di Kampung Tobati adalah Klan Hamadi, Ireuw, Dawir, Haay, Hababuk, Meraudje, Hasor, Injama, Affar, Mano dan Sremsrem. Ada 2 klan besar yang mengepalai kampung yaitu Klan Hamadi dan klan Ireuw.
Sedangkan klan yang terdapat di kampung Enggros yaitu : Klan Sanyi, Drunyi, Semra, hanasbey, Samay, Haay, Hababuk, Meraudje, Itaar dan Feep. Setiap Klan mempunyai pimpinan Klan sendiri, Kepala Klan berada dibawah kekuasaan ondoafi besar (Charsori) dan Ondoafi kampung.
Suasana Festival Ale Panggayung dan Lemon Nipis Suku Tobati.
Klan yang terdapat di Kampung Nafri adalah Klan (suku) Awi, Awinero, Fingkrew, Tjoe, Uyo, Taniauw, Mramra, Khai, Hanasby, Sibri dan Wamiauw. Kepala pemerintahan adatnya disebut Ondoafi, ada dua ondoafi yaitu ondoafi Wakre dan Ondoafi Sembekra yang berasal dari Suku Awi.
Ritual Adat menyebut nama-nama tempat saat peresmian jembatan merha oleh Suku Tobati
Proses ritual diawali dengan tari-tarian dimana masyarakat adat kampung Enggros Tobati dari beberapa suku ikut terlibat dan rombongan pemerintah dan tokoh adat mengikuti hingga ke tengah jembatan. Nah disitulah petugas yang telah ditunjuk langsung menjalankan tugasnya. Yang dilakukan adalah menyebut nama-nama kawasan yang dilintasi ring road dan Jembatan Yotefa. “Ritual telah dilakukan oleh petugas adat. Mengapa ritual harus dilaksanakan, itu karena ada bidang-bidang nama tanah adat telah diberikan oleh leluhur untuk masyarakat adat kelola dan gunakan. Hingga saat 31 Maret 2014 kepala suku Njraw Hassor melepas tanah adat seluas 400 x 32 meter tersebut kepada pemerintah,” kata Johanis Ireeuw dari Dewan Adat Tobati-Engros, Rabu (18/12) di lokasi ritual.
Hanya saja nama dari tanah adat ini belum dilepas sehingga perlu dilakukan ritual. Begitupula yang terjadi di jalan ring road. Jalan di atas laut ini melewati bidang tanah adat yang masing-masing memiliki nama dan petugas Haay didampingi Hababuk sudah menjalankan tugasnya dengan mengucapkan nama-nama lokasi yang dilewati pembangunan. Ucapan nama-nama tanah adat ini secara tidak langsung menyatakan bahwa lokasi tersebut telah dilepas secara sah sehingga bidang tanah yang tadinya milik leluhur kini jadi milik negara untuk digunakan.
“Petugas adat sudah menyebut nama-nama itu dan secara sah dalam buku adat tanah adat ini sudah dilepas menjadi tanah negara. Tinggalkan segala kepentingan dan harus saling mengasihi,” bebernya. Johanis mengingatkan kembali soal tiga tungku, pertama agama yang menjadi milik Tuhan yang menjadikan alam semesta, kedua tungku adat milik manusia dan ketiga adalah pemerintah yang kini memerintah. “Semua perlu membangun untuk kemuliaan nama Tuhan,” ucapnya.
Sementara Tomi Mano menambahkan bahwa doa syukur termasuk acara ritual adat sudah dilakukan dan ia berharap masyarakat bisa lebih menghargai hadirnya pembangunan untuk sama-sama dijaga. “Kami catat ada enam kali kejadian, kami berharap tak ada lagi dan semua wajib menjaga dan bersikap yang baik di atas tanah adat ini. Pemerintah sudah menyiapkan dan silahkan digunakan namu tetap dijaga,” imbuhnya.
Pantai Hamadi:
Pondok atau gazebo di area Objek wisata Pantai Hamadi Jayapura.
Pantai Hamadi merupakan daerah pesisir pantai di Kelurahan Hamadi.Pantai ini merupakan daerah hak ulayat suku Tobati.Posisi daerah pesisir pantai Hamadi yang strategis karena berhadapan langsung dengan Teluk Humbolt (Yos Sudarso) di perairan Kota Jayapura yang berbatasan langsung dengan PNG.Hal ini menyebabkan daerah pantai Hamadi pada zaman Perang Dunia II digunakan tentara sekutu sebagai tempat pertahanan.Sampai saat ini masih terlihat bekas-bekas dari peninggalan sekutu, berupa puing-puing mobil baja (tank), kapal feri untuk bahan makanan milik sekutu serta perangkat perang lainnya.Kesemuanya ini menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung yang datang ke Pantai Hamadi.
Beberapa fasilitas yang telah dibangun untuk menunjang kegiatan wisata di Pantai Hamadi adalah pondok atau honey, MCK dan balai pertemuan ondoafi.
Objek Wisata Pantai Hamadi Kota Jayapura.
Tanjung Marine:
Tanjung Marine terkenal akan keindahan alamnya. Hamparan pasir putih yang membentang di tanjung ini menjadi daya tarik tersendiri.Di tepian pantai banyak ditumbuhi pohon kelapa dan magrove, sehingga tempat ini juga banyak diminati masyarakat sebagai salah satu obyek wisata pantai di kawasan Teluk Youtefa.Selain sebagai obyek wisata pantai, Tanjung Marine juga banyak diminati masyarakat sebagai tempat wisata pemancingan.Memancing dapat dilakukan dari daratan di tanjung maupun di perairan tanjung dengan menggunakan perahu. Di tanjung Marine banyak dijumpai jenis-jenis ikan, karena tanjung ini memiliki vegetasi mangrove yang kondisinya masih cukup bagus sehingga memungkinkan sebagai tempat berkembangbiak berbagai jenis biota laut. Tanjung Marine juga merupakan dermaga alternatif bagi masyarakat Tobati dan Enggros yang akan bepergian ke kota Jayapura. Wilayah perairannya yang agak dalam, menyebabkan tanjung ini masih dapat dilalui dengan long boat atau perahu tempel apabila air laut sedang surut.
Tanjung Kaswari:
Tanjung ini disebut Tanjung Kaswari karena di tanjung ini banyak ditumbuhi pohon cemara pantai (Casuarina marine).Pantai Tanjung Kaswari memiliki hamparan pasir berwarna kelabu yang luas dan indah, sehingga tanjung ini juga merupakan salah satu tempat wisata pantai di kawasan Teluk Youtefa. Dari Tanjung Kaswari tampak sebuah pulau yang berisi perkampungan Masyarakat Enggros. Sebagai daerah yang terdekat dengan perkampungan Enggros, di tanjung ini dijadikan tempat pemakaman umum masyarakat Enggros.Di sebelah utara Tanjung Kasuari terdapat Tanjung Marine, dimana selat antara kedua tanjung tersebut merupakan pintu masuk ke dalam Kawasan Taman Wisata Teluk Youtefa. Selat yang indah dan kaya dengan jenis ikan tersebut dinamakan Selat Tobati.
Pulau Metu-Debi:
Pulau Metu-Debi merupakan salah satu tempat tujuan wisata religius, karena di pulau ini injil pertama kali masuk di Jayapura yang dibawa oleh seorang penginjil asal Maluku bernama Laurents Tanamal pada tahun 1923.Pulau ini kemudian menjadi pusat penyebaran agama Kristen Protestan di Jayapura.Pulau ini juga merupakan tempat yang bersejarah karena merupakan pemerintahan pertama Kampung Tobati dan Enggros.Dahulu masyarakat Tobati dan Enggros berasal dari satu kampung yang berpusat di Pulau Metu-Debi.Pulau Metu-Debi sering disebut sebagai lapangan timbul tenggelam, karena pada saat air laut surut, pulau ini terlihat seperti lapangan (hamparan pasir) yang luas dan indah. Kekhasan jenis tumbuhan di pulau ini adalah banyaknya pohon cemara (Casuarina marine) selain kelapa (Cocos nucifera), Ketapang (Terminalia catapa), Pandanus sp, dan lain-lain. Hamparan pantai pasir putih yang indah di pulau ini dapat menjadi salah satu daerah tujuan wisata pantai.
GunungMher:
Gunung Mher merupakan batas timur kawasan Taman Wisata Alam Teluk Youtefa. Gunung ini konon merupakan asal muasal masyarakat Tobati dan Enggros, sehingga oleh masyarakat gunung ini dianggap mempunyai kekuatan gaib karena dihuni oleh roh-roh leluhur mereka. Dalam melakukan segala kegiatan terutama dalam memilih dan mengangkat ondoafi, masyarakat terlebih dahulu meminta ijin ke gunung ini.
Menurut beberapa penelitian yang pernah dilakukan, di Gunung Mher ditemui populasi Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang merupakan satwa eksotik.Kera Ekor Panjang ini dibawa oleh tentara sekutu pada Perang Dunia II yang dijadikan sebagai indikator makanan selama perang.Sebagai satwa eksotik dengan populasi sekitar 25 ekor, kera ekor panjang belum menjadi jenis yang invasif terutama di kawasan Teluk Youtefa.Di Gunung Mher ini juga menurut masyarakat Tobati ada sebuah Goa yang dianggap keramat oleh masyarakat Tobati dan Enggros yang dinamakan Goa Mher.
Tanjung Vim :
Daratan yang menjorok ke perairan Teluk Youtefa ini berada di Kelurahan Vim, sehingga sering disebut dengan nama Tanjung Vim. Di sekitar Tanjung Vim ini ada peninggalan sejarah berupa dua buah kapal karam milik tentara Jepang pada Perang Dunia II yang karam dan terdampar di kawasan Teluk Youtefa.Kapal karam ini hingga kini menjadi salah satu obyek wisata sejarah yang menarik dan banyak dikunjungi.Tanjung Vim juga merupakan salah satu tempat tujuan pemancingan.Pemancingan dapat dilakukan dari daratan Tanjung Vim, atau di perairan tanjung dengan menggunakan perahu. Di sekitar tanjung ini banyak terdapat terumbu karang dan vegetasi mangrove sebagai tempat berkembang biak ikan-ikan. Beberapa jenis ikan yang terdapat di tanjung ini adalah Ikan Bolanak, Ikan Kombong, Ikan Merah, Kakap Biru, Kakap Merah, Kerapu, Bubara, dan lain-lain.
Tanjung Resyuk :
Tanjung Resyuk juga merupakan tempat yang banyak dikunjungi masyarakat dengan tujuan untuk memancing. Di Tanjung ini memiliki kekayaan jenis ikan serta keindahan dan kesejukan alamnya. Umumnya memancing dilakukan dari daratan tanjung, namun ada pula masyarakat yang memancing dari wilayah perairan tanjung dengan menggunakan perahu.
Di sekitar tanjung ini terdapat daerah dengan vegetasi mangrove yang dinamakan Muri.Di daerah Muri ini terdapat pipa (saluran) air yang pertama kali dibuat oleh LIPI dan sampai sekarang masih digunakan sebagai sumber air bagi masyarakat setempat.
Pulau Ismokh:
Pulau Ismokh atau “Inje Moch” dalam bahasa Tobati adalah merupakan salah satu tempat tujuan wisata religius. Di Pulau ini terdapat makam para ondoafi masyarakat Tobati dan Enggros.
Yasuk:
Tempat wisata religius lainnya di Taman Wisata Alam Teluk Youtefa adalah Yasuk. Yasuk adalah nama tempat pemakaman umum bagi suku-suku Hay. Yasuk ini terdapat di sekitar Tanjung Resyuk.
Nampto;
Nampto juga dapat menjadi alternatif tujuan wisata religius.Dimana di tempat ini merupakan tempat pemakaman umum bagi suku-suku Dawir, yang merupakan salah satu suku terbesar di masyarakat Tobati dan Enggros. Diantara Yasuk dan Nampto dibatasi oleh sebuah selat yang disebut pintu Dawir.
Tempat Pemancingan Abe Pantai:
Tempat pemancingan di wilayah Abe Pantai Distrik Asano ini banyak dikunjungi oleh masyarakat baik disekitar lokasi maupun dari tempat-tempat lainnya.Daerah ini merupakan salah satu tujuan wisata pemancingan.
Selain tempatnya yang kaya akan jenis-jenis ikan, daerah ini juga merupakan tempat yang sejuk dan jauh dari kebisingan, sehingga banyak diminati masyarakat yang memiliki hoby memancing. Namun di tempat ini belum memiliki fasilitas yang memadai dan layak sebagai tempat pemancingan.
Situs Tugu Peringatan Pendaratan Tentara Jepang:
Situs Tugu Peringatan Pendaratan Tentara Jepang ini merupakan salah satu peninggalan sejarah.Di tempat ini pertama kali Tentara Jepang mendarat di Jayapura pada Perang Dunia ke II.Situs ini terletak di Abe Pantai Kelurahan Asano Distrik Abepura.
Situs ini oleh pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Penidikan dan Kebudayaan dinyatakan dilindungi dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Sehingga terhadap situs ini dilarang untuk merusak, mengambil atau memindahkan, mengubah bentuk dan memisahkan bagian, kelompok dan kesatuan benda cagar budaya ini.
Pola Perkampungan Masyarakat:
Di dalam Teluk Youtefa terdapat sekelompok suku yang tersebar dalam dua kampung yaitu Kampung Tobati dan Kampung Enggros yang dapat dijadikan sebagai salah satu tujuan wisata culture (kebudayaan).Penduduk Tobati dan Enggros berdiam di kampung-kampung yang disebut Nuch. Nuch dibangun di atas air dengan rumah bertiang. Jarak antara nuch Tobati dan Enggros kurang lebih 1 km. Perkampungan berbentuk linear, berjejer memanjang dan saling berhadapan.Penataan Kampung Enggros menghadap pintu masuk perairan Teluk Youtefa, sedangkan Kampung Tobati berjejer dari arah timur ke barat.Rumah berbentuk persegi panjang dengan ukuran rata-rata 8 x 6 meter. Rumah dibangun di atas tiang setinggi permukaan air (± 2m dari dasar laut). Lantai rumah dibuat dari nibun atau papan. Rangka rumah terbuat dari kayu dengan dinding dari gaba-gaba atau papan. Sebagian besar atap terbuat dari seng yang ditata berbentuk kerucut yang meruncing.Rumah Ondoafi berukuran lebih besar dari rumah penduduk dan pada bubungan rumah diberi hiasan ikan-ikan. Di depan rumah Ondoafi terdapat para-para besar (para adat) yang berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan pesta adat, tempat menari, tempat pertemuan atau tempat penyelesaian sengketa.
Kebudayaan Masyarakat:
Wisata budaya terutama seni relief, tarian dan nyanyian dapat nikmati pengunjung di Kampung Tobati dan Enggros.Bentuk seni relief masyarakat Tobati dan Enggros merupakan aplikasi dari kekayaan alam yang terkandung di laut seperti ikan, udang, kerang-kerang dan bunga laut.Seni tari biasanya selalu diikuti dengan nyanyian.Musik yang digunakan untuk mengiringi tarian adalah tifa dan kelambut. Tari-tarian yang dikenal antara lain tari Fie (tarian di atas perahu untuk mengantar hasil buruan ke ondoafi), tari Warpu (tarian pada upacara pelantikan ondoafi besar), tarian pada upacara perkawinan dan tarian pada saat ondoafi meninggal.
Belum ada homestay